Tanggal 20 Oktober nampaknya memiliki arti yang cukup dalam bagi Jokowi – JK, bagaimana tidak, sejarah mencatat 20 Oktober 2014 lalu, negeri ini menyambut pemimpin barunya dengan penuh harap dan doa. Empat tahun sudah kabinet kerja yang dipimpin oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemban mandat dan tugas dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintah di republik ini. Momen “ulang tahun” kabinet kerja selalu identik dengan momen pertanggung jawaban kinerja tahunan pemerintah. Lantas bagaimana kinerja pemerintah khususnya di sisi perekonomian?
Selama empat tahun pemerintahan Jokowi – JK, fundamental ekonomi makro Indonesia dirasa cukup sehat dan kuat. Sejak tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tren meningkat, meskipun peningkatannya tidak signifikan dan bertahap. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada semester I tahun 2018 sebesar 5,17%. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti pula dengan terjaganya tingkat inflasi. Kinerja tersebut juga didukung dengan peningkatan kualitas yang dapat dilihat dari perbaikan indikator – indikator sosial, seperti penurunan tingkat kemiskinan dari posisi 12,49% pada Maret 2011 menjadi 9,82% pada Maret 2018. Rasio gini juga semakin menurun dari posisi tertinggi terjadi pada September 2014 sebesar 0,41% menjadi 0,389% pada Maret 2018. Pemerintah juga terus berupaya menyediakan lapangan kerja baru, mempermudah akses pembiayaan dengan suku bunga murah untuk pengusaha mikro melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta meningkatkan kompetensi melalui pendidikan vokasi. Upaya pemerintah tersebut tercermin dengan menurunnya tingkat pengangguran Indonesia dari sebesar 6,96% pada Februari 2011 menjadi 5,13% pada Februari 2018.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, sektor eksternal Indonesia juga mengalami tekanan. Namun cadangan devisa tetap memadai untuk pembayaran utang luar negeri dan stabilitas nilai tukar. Kendati mengalami pelebaran, defisit transaksi berjalan Indonesia masih berada pada rentang aman. Adapun utang luar negeri Indonesia relative masih terjaga, tumbuh pada tren yang menurun. Apabila ditinjau berdasarkan komposisinya, sebagian besar adalah utang luar negeri jangka panjang.
Kinerja perekonomian yang cukup baik tersebut, ditopang pula dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang memadai. Percepatan pembangunan infrastruktur dapat terlaksana disetiap sektor seperti jalan tol yang bertambah sepanjang 310 km, jalur kereta api yang bertambah sepanjang 441 km, peresmian 5 bandara baru, 410 pelabuhan baru, perluasan layanan SPAM dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pembangunan 366.404 jaringan irigasi yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pangan. Dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah tetap mengedepankan prinsip kehati – hatian, secara bertahap dan berkesinambungan. Terbukti bahwa seluruh proyek pada tahun 2019, telah mencapai tahap konstruksi dan financial close.
Dalam rangka pemerataan ekonomi, pemerintah Jokowi – JK mengeluarkan beberapa kebijakan seperti reforma agraria, pendidikan vokasi, dan peningkatan akses keuangan melalui penetapan Peraturan Presiden Nomer 72 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Melalui strategi tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan penduduk dewasa Indonesia dengan target sebesar 75% di tahun 2019. Dalam rangka mencapai target tersebut, pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif telah menetapkan strategi percepatan keuangan inklusif seperti inovasi dalam layanan keuangan, sinergi dengan lembaga non bank, partisipasi dari Koperasi Simpan Pinjam, peningkatan infrastruktur keuangan inklusif, peningkatan kesadaran dan literasi masyarakat, serta sertifikasi hak properti masyarakat. Terbukti setelah ditetapkannya Perpres tersebut, indeks keuangan inklusif Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 36% di tahun 2014 menjadi 48,9% di tahun 2017.
Selain itu, dalam upayanya untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi pengusaha mikro, pemerintah telah menurunkan suku bunga KUR dari sebelumnya sebesar 12% pada tahun 2015, menjadi sebesar 9% di tahun 2016, dan terakhir diturunkan kembali menjadi 7% di tahun 2018. Penurunan suku bunga KUR tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi para UMKM serta perluasan akses pembiayaan dengan suku bunga rendah yang dapat diakses oleh pengusaha mikro. KUR subsidi bunga yang disalurkan kembali sejak Agustus 2015, telah memiliki kinerja yang sangat baik. Tercatat sebesar Rp 313,89 triliun KUR telah disalurkan dari tahun 2015 sampai dengan 30 September 2018. Adapun jumlah debitur yang telah memperoleh penyaluran KUR adalah sebesar 13,3 juta debitur. Kinerja penyaluran KUR tersebut juga didukung dengan terjaganya kualitas kredit/pembiayan yang dibuktikan dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) yang terjaga dikisaran 1,2%.
Sebagai upaya untuk menjaga perputaran roda perekonomian yang digerakkan oleh sektor riil, pemerintah terus mendorong penyaluran KUR di sektor produksi. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah dengan ditetapkannya target penyaluran KUR di sektor produksi. Target tersebut juga terus ditingkatkan setiap tahunnya, seperti target pada tahun 2018 yang ditetapkan minimum 50% dari total penyaluran KUR, meningkat dari sebelumnya sebesar minimum 40% dari totak penyaluran KUR di tahun 2017. Ke depan, pemerintah akan terus meningkatkan target penyaluran KUR di sektor produksi. Kinerja penyaluran KUR di sektor produksi sampai dengan 30 September 2018 tercatat sebesar 43,2%, meningkat dari posisi Desember 2017 sebesar 42,3%. Capaian tersebut diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2018.
Seluruh upaya pemerintah yang telah dikerjakan selama empat tahun pemerintahan Jokowi – JK ini diharapkan dapat terus menstimulus peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Diharapkan kinerja positif ini akan terus ditingkatkan sehingga seluruh Nawa Cita yang menjadi janji politik Jokowi – JK dapat tercapai seluruhnya. [JLP]