Kebijakan KUR periode Skema Imbal Jasa Penjaminan (IJP) tahun 2007 sampai dengan tahun 2014

Pada awal diluncurkannya pada tahun 2007, Kredit Usaha Rakyat (KUR) menggunakan skema Imbal Jasa Penjaminan. Imbal Jasa Penjaminan KUR yang selanjutnya disingkat IJP-KUR bertujuan untuk mendukung pelaksanaan Program KUR dalam bentuk subsidi Pemerintah. Subsidi yang dimaksud adalah berupa imbal jasa penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjamin dalam rangka kegiatan usaha penjaminan. Dana IJP-KUR dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-Perubahan.

Penjaminan KUR dilaksanakan melalui kerjasama penjaminan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama penjaminan antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KUR yaitu Kementerian Keuangan dengan Perusahaan Penjamin. Target penyaluran tahunan KUR ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan batas tertinggi dasar perhitungan pembayaran IJP-KUR. Besaran IJP-KUR yang dibayarkan Pemerintah ditetapkan oleh Menteri (KPA) yang dilakukan melalui tahapan evaluasi. Tahapan evaluasi pembayaran IJP-KUR tersebut harus mempertimbangkan:

a. Laporan keuangan Perusahaan Penjamin yang telah diaudit;

b. Kemampuan Pemerintah menyediakan alokasi belanja subsidi; dan/atau

c. Data dan informasi pendukung lainnya seperti rincian tagihan IJP-KUR per sektor usaha per bank Penyalur per Jenis Kredit dan Salinan sertifikat penjaminan.

Pada awal diberlakukannya skema IJP-KUR, Plafon pinjaman yang dapat dimasukkan menjadi Kredit Usaha Rakyat adalah maksimal Rp500 Juta dengan bunga maksimal sebesar/setara 16%. Pemerintah memberikan subsidi berupa pembayaran penjaminan kredit sebesar 1,05% atau sebesar 70% dari nilai total penjaminan kredit yang ditetapkan yaitu 1,5%, sementara 30% sisanya atau sebesar 0,45% ditanggung oleh Penyalur KUR. Besarnya IJP-KUR yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan per tahun dihitung dari kredit/pembiayaan Penyalur KUR yang dijamin dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit;

b. Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.

Dalam perkembangannya, KUR skema subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) sejak November 2007 sampai dengan 31 Desember 2014 telah disalurkan sebesar Rp. 175,54 triliun. Dalam kurun waktu 2007 – 2011 Pemerintah tidak menentukan target penyaluran KUR, sehingga realisasi penyaluran KUR pun masih fluktuatif. Baru pada tahun 2011 diberlakukan target penyaluran KUR yang membuat kinerja penyaluran KUR menjadi terukur dan pencapaiannya selalu diatas target yang ditetapkan oleh Pemerintah. Namun dari hasil evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dalam program KUR dengan skema penjaminan. Oleh karena itu KUR skema IJP yang sudah disalurkan sejak November 2007, diputuskan untuk dihentikan sementara per tanggal 31 Desember 2014.

 

Kebijakan KUR periode skema Subsidi Bunga/Marjin tahun 2015 sampai dengan tahun 2020

Pada periode ini dukungan pemerintah bagi pembiayaan UMKM yang sebelumnya skema Imbal Jasa Penjaminan (IJP) menjadi skema subsidi bunga/marjin. Dengan skema ini, Pemerintah menanggung sebagian bunga yang ditanggung oleh debitur dalam bentuk subsidi bunga. Subsidi bunga diberikan berdasarkan selisih antara suku bunga kredit dikurangi dengan suku bunga yang ditanggung oleh debitur.

Pada awal pelaksanaannya, Pemerintah melalui Komite Kebijakan menetapkan suku bunga KUR adalah sebesar 12%. Namun, setelah beberapa bulan berjalan, Pemerintah menurunkan suku bunga KUR menjadi sebesar 9%. Penetapan suku bunga KUR menjadi single digit sebagaimana dijelaskan, dimaksudkan untuk mendorong perbankan di Indonesia agar menetapkan suku bunga kredit menjadi single digit. Kebijakan ini dilanjutkan dengan penetapan suku bunga KUR sebesar 6% efektif per tahun melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Selain fokus terhadap penurunan suku bunga KUR, Komite Kebijakan juga berfokus pada penyaluran KUR ke sektor produksi. Karena selama berjalannya KUR, penyaluran kredit/pembiayaan dominan dinikmati oleh debitur KUR sektor perdagangan/ritel. Agar penyaluran KUR dapat didorong lebih besar ke sektor selain perdagangan, Komite Kebijakan pada bulan Januari 2017 memutuskan target KUR untuk disalurkan ke sektor produksi minimal 40%. Yang dimaksud dengan sektor produksi adalah sektor yang menambah jumlah barang dan/atau jasa sehingga dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian, atau singkatnya adalah sektor non-perdagangan. Sektor tersebut diantaranya Pertanian, Perikanan, Industri pengolahan, konstruksi, jasa-jasa dan lainnya.

Target minimal penyaluran KUR ke sektor produksi tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yaitu minimal 50% di tahun 2018, dan minimal 60% di tahun 2019. Memperhatikan kinerja penyaluran KUR sektor produksi yang masih belum optimal, maka pada tahun 2020 target penyaluran KUR sektor produksi tetap sebesar minimal 60% dari total penyaluran.

Realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp 670,5 Triliun dengan outstanding Rp 231,2 Triliun, dan NPL 0,46 persen. Melalui kerjas ama seluruh stakeholder KUR hampir setiap tahun realisasi penyaluran KUR mencapai 100% atau bahkan lebih, hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah dalam membantu UMKM untuk terus berkembang dan menjadi “sokoguru” perekonomian Indonesia.

Pada tahun 2020 tidak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 telah memberikan dampak langsung ke banyak usaha UMKM. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak hanya menurunkan pendapatan UMKM, namun juga berdampak pada banyaknya UMKM yang tidak dapat bertahan atau gulung tikar. Untuk membangkitkan usaha UMKM dari perlemahan aktivitas usaha di masa pandemi covid-19, diperlukan suatu kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional yang salah satunya adalah meluncurkan model pembiayaan baru.

 

Kebijakan KUR dimasa Pandemi Covid-19

Akibat ditetapkannya pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional pada bulan Maret 2020, menjadi suatu tantangan tersendiri untuk dapat menyalurkan KUR secara tepat dan cepat di tengah kebutuhan pembiayaan UMKM yang masih sangat tinggi. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan KUR pada masa pandemi Covid-19 sebagai berikut:

Dalam hal relaksasi KUR, berdasarkan data di Sistem Informasi Kredit Program (SIKP), realisasi pelaksanaan kebijakan KUR pada masa pandemi COVID-19 sampai dengan 31 Desember 2020 dapat disampaikan sebagai berikut:


  1. Tambahan subsidi bunga KUR diberikan kepada 7,02 juta debitur dengan baki debet Rp186,5 Triliun. (Realisasi anggaran sebesar Rp4,91 Triliun);

  2. Penundaan angsuran pokok paling lama 6 bulan diberikan kepada 1,51 juta debitur dengan baki debet Rp48,18 Triliun;

  3. Relaksasi KUR, berupa:

    • Perpanjangan jangka waktu diberikan kepada 1,51 juta debitur dengan baki debet Rp47,31 Triliun.

    • Penambahan limit plafon KUR diberikan kepada 16 debitur dengan baki debet Rp2,49 Miliar.



Kemudian pelaksanaan kebijakan KUR sesuai dengan Permenko Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku efektif sejak tanggal 2 Januari 2020, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 yang berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2020, mengatur bahwa untuk perluasan penyaluran KUR kepada pekerja terkena pemutusan hubungan kerja dan kelompok ibu rumah tangga telah dikeluarkan skema KUR baru yakni KUR Super Mikro.

KUR Super Mikro ditetapkan dengan suku bunga sebesar 0% sampai dengan 31 Desember 2020 dan 6% setelah 31 Desember 2020 dengan jumlah kredit maksimum Rp 10 juta. Dalam skema KUR Super Mikro, agunan pokok merupakan usaha atau proyek yang dibiayai KUR dan tidak diperlukan agunan tambahan. Berikut merupakan fitur KUR Super Mikro:

 

Kebijakan KUR Tahun 2021

Pada tahun 2021, Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Berdasarkan Permenko Nomor 6 Tahun 2020 sebagaimana diubah terakhir dengan Permenko 3 Tahun 2021 tentang Perlakuan Khusus KUR di masa Pandemi Covid-19, Komite Kebijakan bagi Pembiayaan UMKM sebagai pengambil keputusan menetapkan akumulasi plafon pinjaman menjadi Rp 253 Triliun dari yang seharusnya hanya Rp 220 Triliun dan memperpanjang pemberian tambahan subsidi bunga/marjin kepada debitur KUR yang terdampak usahanya sampai dengan 31 Desember 2021. Kebijakan penundaan angsuran pokok dan pemberian relaksasi berupa perpanjangan jangka waktu dan penambahan limit plafon juga tetap diberikan kepada debitur.

Kemudian sesuai dengan arahan presiden tentang peningkatan porsi kredit UMKM menjadi 30 persen hingga tahun 2024 dan tidak boleh adanya agunan bagi kredit UMKM dengan plafon sampai dengan Rp100 juta. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM mengeluarkan Permenko 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua Permenko 8 tahun 2019 yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan KUR. Peraturan tersebut mengakomodir beberapa hal sebagai berikut:


  1. KUR Super Mikro, KUR Mikro, dan KUR Kecil dengan nilai plafon pembiayaan/kredit maksimal Rp100 juta tidak dipersyaratkan adanya agunan tambahan. Hanya diperbolehkan adanya agunan pokok berupa usaha yang dibiayai oleh pembiayaan/kredit tersebut.

  2. Kesesuaian jumlah pembiayaan/kredit yang diterima sesuai dengan nilai akad yang ditandatangani di semua skema KUR, sehingga tidak diperbolehkan adanya potongan dalam bentuk apapun.

  3. Ketentuan komoditas pada KUR khusus diperluas, KUR khusus diberikan kepada kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, perikanan rakyat, industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, atau komoditas sektor produktif lain yang bisa dikembangkan menjadi KUR khusus.

  4. Ketentuan terkait calon Penerima KUR dapat sedang menerima kredit secara bersamaan diubah menjadi sebagai berikut:

    1. Calon Penerima KUR dapat sedang menerima kredit secara bersamaan dengan kolektibilitas lancar yaitu:

      1. KUR pada Penyalur KUR yang sama;

      2. Kredit kepemilikan rumah;

      3. Kredit atau leasing kendaraan bermotor roda dua untuk tujuan produktif;

      4. Kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pensiun;

      5. Kartu kredit;

      6. Kredit Resi Gudang; dan/atau

      7. Kredit konsumsi untuk keperluan rumah tangga dari Bank maupun Lembaga Keuangan NonBank sesuai dengan definisi pada peraturan perundang-undangan.



    2. Pemberian kredit secara bersamaan berdasarkan penilaian objektif Penyalur KUR;

    3. Pemberian Kredit dapat dilakukan bersamaan didasarkan pada kemampuan membayar calon penerima KUR dan prinsip kehati-hatian Penyalur KUR.



  5. Calon Penerima KUR Kecil dapat ikut serta dalam program BPJS Ketenagakerjaan

Pemerintah kembali menyalurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) bekerja sama dengan 46 Penyalur KUR yang terdiri dari Bank Pemerintah, Bank Umum Swasta, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Pembiayaan, dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Jumlah penyalur KUR yang meningkat dari masa ke masa menunjukkan upaya pemerintah untuk memperluas akses KUR ke masyarakat. Memperhatikan kebutuhan masyarakat, KUR pada tahun 2021 hadir dengan 5 skema yang terdiri dari:


  1. KUR Super Mikro Merupakan KUR yang diberikan dengan plafon kredit/pembiayaan sampai dengan Rp10 juta per penerima KUR. KUR Super Mikro ini diprioritaskan untuk dapat disalurkan kepada ibu rumah tangga dan/atau pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berusaha. Berbeda dengan skema KUR lainnya, KUR Super Mikro tidak mensyaratkan minimal lama usaha. Namun demikian, calon penerima KUR Super Mikro yang belum memiliki usaha selama 6 bulan, wajib mengikuti pelatihan atau pendampingan usaha. Skema KUR Super Mikro yang hadir pada masa pandemi Covid-19 menawarkan fitur yang mudah dan cepat. Dari sisi agunan tambahan, penerima KUR Super Mikro tidak dipersyaratkan agunan tambahan.

  2. KUR Mikro Merupakan skema KUR dengan plafon di atas Rp10 juta sampai dengan Rp50 juta per penerima KUR. Dalam memperoleh KUR Mikro, penerima KUR tidak diwajibkan agunan tambahan dan tanpa perikatan. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah usaha mikro mengakses KUR namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian lembaga penyalur KUR. Bagi penerima KUR Mikro di sektor produksi, plafon KUR Mikro dapat disuplesi kembali tanpa adanya batas maksimal akumulasi plafon KUR. Artinya, usaha mikro di sektor produksi dapat mengakses KUR Mikro kembali setiap kali KUR Mikro sebelumnya telah lunas.

  3. KUR Kecil Merupakan KUR dengan plafon di atas Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta. Pada fase ini, usaha mikro akan didorong untuk mengembangkan usahanya dan bertransformasi menjadi usaha kecil dan menengah. Setelah mengakses KUR Kecil, maka UMKM tersebut dianggap telah dapat secara mandiri mengakses kredit/pembiayaan dengan skema komersial dari lembaga keuangan formal. Sesuai ketentuan terbaru, kredit/pembiayaan dengan plafon maksimal Rp100 juta tidak dipersyaratkan adanyaagunan tambahan.

  4. KUR Khusus Merupakan KUR dengan plafon sampai dengan Rp500 juta per Penerima KUR. Adapun KUR Khusus ini diberikan kepada penerima KUR yang tergabung dalam suatu kelompok yang memiliki mitra usaha. Skema ini diberikan kepada kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, perikanan rakyat, industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, atau komoditas sektor produktif lain yang bisa dikembangkan menjadi KUR khusus.

  5. KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Merupakan KUR dengan plafon sampai dengan Rp25 juta per Penerima KUR. Skema ini diberikan dalam rangka pembiayaan penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan dan peserta magang di luar negeri.